Tuesday, June 07, 2011

Trend Buka Tutup Jilbab

Buat apa sebenarnya memakai jilbab? Apa yang menjadi dasar ketika mereka memutuskan untuk menggunakannya?

Artikel oleh: IslamItuIndah

“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, kerana itu mereka tidak diganggu. Dan ALLAH adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS 33:59)
Ayat diataskah yang mendasari keputusan itu? Atau hanya sekadar trend mode saat ini? Kerana mulai banyak para perempuan yang menggunakannya saat ini, walaupun cara menggunakannya masih belum benar–benar sesuai syariat. Yah… masih lumayanlah dibandingkan dengan yang sama sekali belum menggunakannya.
Tapi kalau buka tutup bagaimana pula ya?


Ini masalahnya. Jilbab sebenarnya bukan trend pakaian masa kini yang bisa ditiru saat sedang trend, lalu dilepaskan lagi saat trend itu habis. Jilbab adalah kewajipan bagi seorang Muslimah yang sudah baligh. Sama wajipnya dengan keharusannya menegakkan sholat. Tidak bisa digunakan sesuka hati kerana ALLAH sudah menetapkan aturannya dengan jelas.

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada ALLAH, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(QS 24:31)


Tadi sudah dibahas bahawa sebenarnya jilbab itu adalah kewajipan yang harus ditunaikan oleh keseluruh kaum muslimah. Bukan pilihan kerana merasa sudah siap, atau alasan lainnya. Kerana saat ini ramai yang belum menggunakannya kerana merasa lebih baik membenahi diri dulu baru berjilbab. Masalahnya adalah waktu yang kita tidak tahu sampai bila akan bisa kita jalani. Sementara membenahi diri adalah kewajiban yang harus kita lakukan setiap saat tanpa ada akhirnya? Apakah ada seseorang yang merasa dirinya sudah soleh, sudah baik, dan sudah sempurna?


Lalu bila kita akan menyempurnakan keimanan kita bila terus menerus menggunakan dalih seperti diatas? Kerana sampai bila kita hidup pun kita tidak akan pernah tahu. Sementara selama kita hidup, kewajipan kita adalah terus memperbaiki diri, kerana pada dasarnya manusia tidaklah sempurna. Lalu mereka yang berdalih memperbaiki diri dulu baru berjilbab atau menunggu datangnya hidayah (padahal hidayah itu harus dijemput dengan keimanan kita, bukan ditunggu!) bagaimana? Sempatkah menyempurnakan perintah-NYA?
Jilbab adalah saksiyyah (jati diri) wanita Islam, mahkota yang harus dijunjung tinggi. Jika seorang wanita telah memutuskan untuk berjilbab, maka ia harus siap dengan segala rintangannya atau ujian dari ALLAH. Siap menjaga sikap dan perilakunya. Ini kerana, jika seseorang wanita berjilbab melakukan hal-hal yang tidak semestinya, maka yang dituding bukan hanya diri wanita itu, tetapi jilbab dan Islam. Contohnya, jika seorang wanita berjilbab merokok di tempat umum, maka masyarakat akan berkata “Tu kan, dah berjilbab tapi merokok?” Jilbab dan Islam mendapat kesan negatif. Terlepas dari segala pembahasan tentang hak asasi seseorang untuk bebas melakukan apapun sepanjang tidak mengganggu kepentingan orang lain, wanita yang telah memutuskan untuk berjilbab hendaknya menjaga adab perilaku. Kerana ia merupakan jati diri, sudah selayaknya kita menjaga jati diri, martabat sebagai seorang muslimah tersebut dengan sebaik–baiknya. Tidak memperlakukannya sesuka hati dan melakukan peraturan sendiri. Ada yang berjilbab awalnya kerana merasa mendapat hidayah, namun dalam perjalanan hidupnya ketika merasa kecewa dengan apa yang dialaminya, lalu jilbab pun dilepaskan. Sayangnya ketika melepasi jilbab yang ada adalah sikap dan perilaku jahiliyah… Astaghfirullah halazhim.


Wahai para Muslimah, kita yang dimuliakan ALLAH, bahagialah dengan kemuliaan itu, sudah selayaknya kita menjaganya dengan segala daya dan upaya. Hanya itu cara kita mengabdikan diri kepada-NYA, mematuhi perintah-NYA dan Rasul-NYA. Bekali diri dengan ilmu dan fahaman yang cukup tentang perintah ALLAH yang satu ini. Luruskan niat untuk berjihad melawan hawa nafsu. Sekali memutuskan berhejab, yakinlah bahawa kita sudah melakukan sesuatu yang benar dan mohon pada-NYA agar tetap menjaga hati ini tetap beristiqhamah dalam ketaatan pada-NYA. Ketika kita sudah memutuskan untuk berhejab, sama artinya kita membeli ‘one way ticket’ don’t look back and cause there’s no way back. Jangan pernah berjalan mundur dan kembali kepada kejahiliahan diri kita. Tidak ada alasan apapun untuk menanggalkannya, kerana ALLAH adalah segalanya. Tidak juga kerana masalah rezeki yang sering membuat orang menanggalkan jilbab demi professionalisme dan tuntutan pekerjaan. Yakinlah ALLAH sang penjamin rezeki, apabila DIA yang memerintahkan kita menutup aurat, DIA juga yang akan menjamin rezeki untuk kita. Jangan pernah meragukan-NYA. Sedikit atau banyaknya rezeki adalah urusan-NYA. Namun yakinlah apabila kita patuhi-NYA, ALLAH tidak pernah menyia–nyiakan kepatuhan hamba-hamba-NYA. ALLAH Maha Mengetahui niat yang terkandung dalam hati para hamba–hamba-NYA.


Jangan pernah mempermainkan aturan–aturan-NYA. Kita hanya diperintahkan patuh dan taat, bukan mengganti ketentuan-NYA sesuai dengan yang kita mahukan. “Syurga di kelilingi oleh sesuatu yang luar biasa sulit, sementara sebaliknya, neraka justeru di kelilingi segala kemudahan.” Mahu kemana kita nanti, kembali kepada kita masing–masing dalam mentaati perintah-NYA.